Tempe adalah makanan yang
dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau
beberapa bahan lain yang
menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang
roti), atau Rh. arrhizus. Sediaan
fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe".
Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis
senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh
manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi.
Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika untuk
menyembuhkan infeksi dan antioksidan pencegah penyakit degeneratif.
Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang
merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat.
Degradasi komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan
aroma khas. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam.
Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia,
tetapi sekarang telah mendunia. Kaum vegetarian di
seluruh dunia banyak yang telah menggunakan tempe sebagai pengganti daging.
Akibatnya sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia.
Berbagai penelitian di sejumlah negara,
seperti Jerman, Jepang,
dan Amerika Serikat. Indonesia juga
sekarang berusaha mengembangkan galur (strain) unggul Rhizopus untuk
menghasilkan tempe yang lebih cepat, berkualitas, atau memperbaiki kandungan
gizi tempe. Beberapa pihak mengkhawatirkan kegiatan ini dapat mengancam
keberadaan tempe sebagai bahan pangan milik umum karena galur-galur ragi tempe
unggul dapat didaftarkan hak patennya sehingga penggunaannya
dilindungi undang-undang (memerlukan lisensi dari
pemegang hak paten).
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di
dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari
konsumsi kedelai Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk
produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain-lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per
tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg.
Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, para
tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari disentri dan busung
lapar. Sejumlah penelitian yang diterbitkan pada tahun 1940-an sampai
dengan 1960-an juga menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang Dunia
II berhasil selamat karena tempe. Menurut Onghokham,
tempe yang kaya protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang
padat dan berpenghasilan relatif rendah.
Namun, nama 'tempe' pernah digunakan di daerah
perkotaan Jawa, terutama Jawa tengah, untuk mengacu pada sesuatu yang bermutu
rendah. Istilah seperti 'mental tempe' atau 'kelas tempe' digunakan untuk
merendahkan dengan arti bahwa hal yang dibicarakan bermutu rendah karena murah
seperti tempe. Soekarno, Presiden Indonesia pertama, sering
memperingatkan rakyat
Indonesia dengan mengatakan, "Jangan menjadi
bangsa tempe." Baru pada pertengahan 1960-an pandangan mengenai tempe
ini mulai berubah.
Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an terjadi sejumlah
perubahan dalam pembuatan tempe di Indonesia. Plastik (polietilena)
mulai menggantikan daun pisang untuk membungkus tempe, ragi berbasis tepung
(diproduksi mulai 1976 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan
banyak digunakan oleh Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia) mulai
menggantikan laru tradisional, dan kedelai impor mulai menggantikan kedelai
lokal. Produksi tempe meningkat dan industrinya mulai dimodernisasi pada tahun
1980-an, sebagian berkat peran serta Kopti yang berdiri pada 11 Maret 1979 di Jakarta dan
pada tahun 1983 telah beranggotakan lebih dari 28.000 produsen tempe dan tahu.
Standar teknis untuk tempe telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia dan yang
berlaku sejak 9 Oktober 2009 ialah SNI 3144:2009. Dalam standar tersebut, tempe
kedelai didefinisikan sebagai "produk yang diperoleh dari fermentasi biji
kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan
kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe".
Referensi:
0 komentar:
Posting Komentar